Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Mini: Bahasa Cinta

Wanita pendiam
Ilustrasi (istockphoto)








"Rara, kamu itu cantik paripurna luar dalam, kamu pasti bisa presentasi dengan lancar dan baik." Bujukku pada diri sendiri.

"Bismillahirrohmanirrohim.." kutarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan..

Fyuuh.. Aku siap menampilkan presentasi semaksimal mungkin yang aku bisa di hadapan semuanya. Kujelaskan point demi point yang terdapat pada tiap-tiap slide yang tampil di layar infokus itu. Dosen yang baik hati dan cantik itu memberiku sebuah rol kayu panjang guna memudahkan presentasiku.

"Gunakan ini agar lebih mudah menunjukkan point-pointnya."

 "Baik bu, terimakasih."

Aku melanjutkan presentasi  dengan percaya diri, debaran-debaran sengaja kubendung dengan tetap menjaga senyuman agar debar  tak menghambur keluar. Presentasi bukanlah hal yang mudah bagiku. Berbicara di depan orang banyak membuatku cemas dan gemetaran. Tapi hari ini  harus membuktikan bahwa aku bisa melakukannya dengan agak santai. Akibat dari latihan terus menerus dan serius serta doa yang mengiringi  dalam beberapa hari yang lewat ini.

Yeah, berkat usaha dan doa itu aku bisa menyelesaikannya dengan baik. Benar kata orang bijak, bahwa usaha tak akan pernah menghianati hasil. Riuh tepukan tangan bersambut setelah aku selesai.

 "Good job Rara Mahendra." Batinku memuji diri sendiri.

Sebentuk senyuman kemudian menghiasi bibirku. Namun berubah jadi senyuman miring kala bisik-bisik mulut tak suka membuka suara, meski pelan namun masih bisa kudengar.

"Dia bisa bicara ya ternyata.." seseorang itu tergelak seperti mengejek.

"Bisa juga si kutu buku itu bicara, biasanya juga bisanya cuma diem, sok cuek"

 "Ternyata suaranya masih ada ya girls, bagus juga".

Begitulah yang kudengar. Ingin rasanya aku lemparkan kayu yang terpegang ini ke arah mulut-mulut yang senang mengejek itu. Tapi sebisa mungkin aku menahan diri.

 "Sabar Rara," batinku, kemudian kembali  meloloskan senyuman paling ikhlas.

 Setelah dosen memberi beberapa koreksi dan pujiannya, aku lega dan tetap duduk di depan audiens. Giliran temanku yang satu lagi akan presentasi.

Saat presentasi kedua berlangsung, fokusku mulai terganggu, mengingat sesuatu. Mataku berlarian mencari seseorang di antara banyak audiens di sana. Dia adalah adalah seseorang yang sedang aku damba saat ini.

Tak butuh waktu lama, mataku berhenti dan terpaku setelah mendapati sosok kulkas dua pintu itu di sudut, namun duduk paling depan. Tak biasanya ia duduk di depan, biasanya selalu di pojokan belakang. Tampaknya ia tengah mengobrol ringan dengan seorang teman di sampingnya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi kulihat dia tersenyum-senyum sambil ekor matanya berlarian menujuku. Aku merasa terintimidasi seketika sebab ekor matanya itu seperti menghakimi aku yang diam-diam mencuri pandang padanya sejak tadi, kemudian aku tertunduk malu.

Saat aku mengulang memandangnya lagi, dia masih menatap ke arahku, dia tersenyum. Matanya seolah bicara padaku.

 "Kamu keren." Ia mengacungkan jempol ke arahku.

Aku membalas senyumnya yang simpul. Mungkin saja wajahku merona macam tomat busuk saat itu.  

Sepanjang aku di dalam kelas itu, aku tak pernah merasa bosan, senyuman pun tak bisa lepas dari bibir mungilku. Senang sekali rasanya bisa menyelesaikan tugas dengan baik serta dapat senyuman plus jempol dari seseorang yang aku suka diam-diam. Siapa yang tidak senang coba? Coba aja kalau kamu sedang merasa jatuh cinta pada seseorang, pasti juga akan baper hanya sebab diberi sedikit senyum sama si dia.

Kini, saat ingatan masa-masa itu melintas lagi dan menetap di kepala, ingin rasanya aku mengulang hal yang lama, sudah dua bulan lebih aku libur semester, selama itu juga aku tak melihatnya. Aku pun sama sekali tak punya  keberanian mengirim pesan singkat padanya. Dia juga sama tak pernah menghubungiku melalui gawainya barunya itu. Tak apa, barangkali diam-diam saling mendoakan. Jika pun hanya aku yang berdoa untuknya, tak apa juga sebab aku telah dengan sabar dan ikhlas mencintai dalam diam.

Sebentar lagi liburan akan berakhir, waktu terus merangkak maju, temu akan segera menuju, itu artinya pertemuan tanpa tujuan saling menemui itu akan segera terlaksana. Inilah yang suka meski diam-diam hanya saling curi pandang tanpa suara, tapi sudah menciptakan degupan-degupan di dada. Berbicara hanya lewat mata, seolah saling bertelepati. Dan kau tahu? Curi-curi pandang adalah bahasa cinta paling akurat. Aku suka mengulangnya, meski mati-matian menahan debar yang seakan menghambur keluar, dalam tundukku yang hambar aku selalu berdoa agar debar tak terdengar keluar.

Tulisan ini sudah lama sekali, pada Tahun 2017 sudah pernah terbit di situs plukme buatan anak bangsa yang sudah menghilang juga sejak lama. 

Jadi rindu zaman kuliah.

Post a Comment for "Cerita Mini: Bahasa Cinta"